Senin, 18 Oktober 2010

apa yang tidak diajarkan di universitas

APA YANG TIDAK DIAJARKAN DI UNIVERSITAS:
Teknik yang Menarik, Lucu dan Praktis untuk Mengajar Bahasa dan Kepekaan Budaya yang Tinggi

M. Bundhowi

Pengembangan teknik untuk mengajarkan kepekaan budaya mulai mendapat perhatian di tengah maraknya pengembangan teknik pengajaran keterampilan berbahasa murid. Pengajar BIPA, baik penutur asli maupun bukan asli, sering terperangah ketika menghadapi situasi di mana perbenturan budaya dalam khasanah pembelajaran BIPA menjadi hal yang sangat fundamental.

Workshop (lokakarya) ini akan membawa peserta untuk memngeksplorasi teknik dan pengajaran khasanah lintas budaya (Indonesia dan non-Indonesia sebagai latar belakang budaya siswa). Presentasi yang serupa telah diujicobakan ke guru-guru bahasa Indonesia di beberapa sekolah di NSW, Australia yang diorganisir oleh Departemen Pendidikan dan Training NSW.

Pendahuluan
Nampaknya ketertarikan kepada pembahasan masalah silang budaya dalam pengembangan BIPA memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Hal ini tampak pada membesarnya jumlah abstrak, makalah dan diskusi tentang budaya pada konperensi BIPA akhir-akhir ini. Fenomena ini menunjukkan bagaimana semua yang berkutat di bidang pengembangan BIPA semakin sadar bahwa budaya sebagai hal yang tidak terpisah dari bahasa.

Memang ketertarikan dalam pengembangan pengajaran budaya dalam kaitannya dengan pengembangan BIPA cukup menggembirakan, namun harus disadari bahwa masih banyak pekerjaan yang masih harus dikembangkan supaya pengajaran kebudayaan ini tidak ketinggalan dari perkembangan bahasa Indonesianya.

Batu pijakan dalam lokakarya tentang teknik pengajaran yang menarik, lucu dan praktis untuk mengajar Bahasa dan kepekaan budaya yang tinggi merupakan proses akumulasi empiris yang penulis peroleh dari pengalaman mengajar:

a) Pengungsi Vietnam, Kamboja, Hmong di Kamp Pengungsi Indochina, Galang (1987 –1993) yang berlatar belakang linguistik bahasa – bahasa Asia. Teknik pengajaran kesadaran lintas budaya yang dikembangkan disempurnakan dengan teknik-teknik penyampaian menggunakan bahasa target – Inggris yang disampaikan menggunakan komik strip. Para pengungsi ini akan menuju dan tinggal di negara ke tiga, Amerika, Kanada, Australia, Inggris dan negara-negara Eropa barat termasuk Jerman, Prancis dsb. Yang berlatar belakang budaya yang jauh berbeda dari budaya mereka sendiri.

b) Siswa BIPA dari mancanegara yang belajar di Indonesia Australia Language Foundation (1993 – sekarang). Teknik pengajaran kesadaran lintas budaya yang dikembangkan disempurnakan dengan teknik-teknik penyampaian menggunakan bahasa target – Indonesia. disampaikan menggunakan komik strip, kuliah budaya serta immerse dalam budaya. Siswa tinggal di keluarga Indonesia (Bali).

c) Mengajar siswa SD sampai SLTP di Evans Head, Mullumbimby, Ballina, Evans Head, Broad Water di NSW, Australia (2000). Penggunaan kartun dan komik strip sangat membantu dalam pengajaran bahasa dan kepekaan budaya terutama bagi siswa usia muda karena dalam tahap ini siswa sangat tanggap terhadap stimulus visual yang lucu, menarik dan praktis.

d) Lokakarya penggunaan komik strip dan kartun bagi guru-guru bahasa Indonesia di Dubbo, Mullumbimby, Byron Bay dan Sydney.

Kesimpangsiuran pengajaran kesadaran budaya

Ada semacam kesalahpahaman yang harus dipaparkan, terutama yang berkaitan dengan pengajaran unsur-unsur kebudayaan. Karena kebudayaan merupakan hal berproses dan berkembang dalam waktu yang lama (selama manusia hidup) maka ada rasa apatis dari banyak pihak, termasuk pengajar yang berpendirian bahwa kebudayaan tidak bisa diajarkan. Tarik ulur bisa tidaknya budaya (dalam hal ini Indonesia) diajarkan kepada siswa BIPA sering muncul dalam lokakarya yang banyak dihadiri oleh pengajar bahasa Indonesia di negara selain Indonesia, yang kebanyakan berlatar belakang pendidikan kebahasaan dengan teori barat. Hal tersebut ada benarnya dan itu merupakan pendapat yang bisa dimengerti. Dalam hal ini harus dimengerti bahwa upaya pengajaran unsur kebudayaan dalam bahasa (dalam hal ini BIPA) bukan merupakan usaha untuk mengajarkan budaya, karena sebetulnya sasaran pengajaran unsur kebudayaan adalah untuk menanamkan kepekaan atau kesadaran lintas budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar